Langsung ke konten utama

PEREKONOMIAN INDONESIA YANG SEJALAN DENGAN AMANAT UUD 1945 PASAL 33


Oleh : Prof. Dr. J.G. Nirbito, M.Pd.

Dituntut karena cita-cita, paham ekonomi Indonesia yang tertuang dalam Pasal 33 adalah cita-cita bangsa kita dan proklamasi. Sebagai cita-cita, tidak boleh dibiarkan maupun diabaikan dan harus betul-betul menjadi motivasi bagi setiap warga negara tanpa terkecuali untuk berjuang agar cita-cita itu tidak hanya wacana, melainkan didorong untuk bisa berproses menuju apa yang menjadi cita-cita bangsa. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, tentunya ada tantangan-tantangan. Kita sudah merdeka 72 tahun, cita-cita bangsa masih belum terwujud karena kendala sumber daya manusia. Ternyata sebagian dari kita, tidak membaca Pasal 33 UUD 1945. Ini berarti sudah mengabaikan cita-cita bangsa. Oleh karena itu, diperlukanlah mata kuliah Perekonomian Indonesia dengan tujuan untuk menyadarkan kita bahwa di bidang ekonomi, kita mempunyai paham dan paham ini jangan diabaikan, dituntut pada kita untuk betul-betul ikut berjuang sekecil apapun peran kita untuk mewujudkan. Untuk mewujudkannya, maka diperlukan strategi yang betul untuk kita rampingkan. Jadi, perekonomian Indonesia yang sejalan dengan amanat UUD 1945 pasal 33 itu tuntutan konstitusi dan sebagai tuntutan konstitusi, kita warga negara Indonesia wajib loyal terhadap paham yang sudah dituangkan dalam Pasal 33. Itu sudah suatu tuntutan, tantangan dan strategi.

Paham Ekonomi Indonesia berdasar Azas Kekeluargaan
Pasal 33 UUD 1945 Pasca Amandemen Tahun 2002 Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
(1)   Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2)   Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3)   Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4)   Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang.

Ayat 1. Perekonomian disusun artinya ekonomi Indonesia tidak dibiarkan begitu saja berjalan semaunya sendiri, menurut permintaan dan penawaran. Ekonomi kita disusun, dirancang, didesain sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dimana azas kekeluargaan bahwa ekonomi Indonesia ini berbasis nilai (value base). Jadi, kalau tidak berbasis nilai lawannya adalah berbasis pamrih. Berbasis nilai -> gotong royong, kebersamaan, berkeadilan, berdemokrasi itu nilai-nilai luhur dan mulia. Jadi, kita sangat hormat kepada para pendiri bangsa kita yang telah mencanangkan paham ekonomi Indonesia yang berbasis nilai-nilai yang luhur dan mulia.

Ayat 2. Artinya, negara tidak lepas tangan tapi masuk untuk menjamin dan melindungi kepentingan rakyat banyak. Contoh : PLN, Pertamina.

Ayat 3. Indonesia adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam. Kalau tidak dikuasai oleh negara, bisa digunakan untuk sebesar-besarnya keuntungan bagi investor.

Ayat 4. Demokrasi ekonomi merupakan pasangan bagi demokrasi di bidang politik dengan prinsip kebersamaan nilai, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Efisiensi berkeadilan -> Dengan asas kekeluargaan, bukan berarti kita itu anti efisiensi. Efisiensi itu penting agar ekonomi Indonesia itu kompetitif dan bisa maju dengan efisiensi yang berkeadilan. Jadi, efisiensi yang menjadi paham ekonomi Indonesia adalah efisiensi yang berkeadilan tidak semata-mata efisiensi karena kalau semata-mata efisiensi ini bisa mengorbankan kepentingan bersama.

Contoh :
·         impor sepanjang produk dalam negeri tidak mencukupi.
·         Teknologi yang kita gunakan adalah teknologi menengah untuk padat karya.

Berkelanjutan -> terus menerus menuju ke arah kemajuan. Bertumbuh, berkembang secara berkesinambungan menuju ke arah yang semakin meningkat dan berkualitas, bukan tiap kali kita mengalami krisis-krisis yang tidak pernah habis.

Berwawasan lingkungan -> peduli lingkungan, tidak merusak lingkungan. Kita perlu peduli lingkungan karena kita perlu berfikir ke depan yaitu berfikir kepentingan generasi mendatang, mereka perlu diwarisi alam yang masih lestari. Jadi, penguasaan lingkungan itu pandangan yang arif dan bijaksana. Caranya dari perubahan paradigma, dari sumber daya alam yang melimpah bukan milik generasi sekarang tapi generasi mendatang.

Kemandirian -> kita tidak menggantungkan diri pada kekuatan yang datang dari luar, tapi lebih mengandalkan kekuatan yang ada dalam diri kita sendiri, tanpa dimaksud untuk menolak semua kerjasama dengan luar. Tapi kerjasama dengan luar bukanlah hal utama.

Ayat 5. Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, negara kita belum punya Undang-Undang yang diamanatkan oleh ayat 5 ini dari Pasal 33 UUD 1945 yaitu Undang-Undang Pokok-Pokok Perekonomian Indonesia. Bahkan, DPR RI saat ini belum pernah mengagendakan ini karena kita belum siap dengan drafnya dan menyangkut banyak kepentingan, daripada timbul pro dan kontra.

Amandemen Pasal 33 UUD 1945 terjadi pada Sidang Tahunan MPR ke-4 tahun 2002. Peristiwa amandemen tersebut terjadi karena sebagian dari masyarakat mulai tidak percaya akan ketepatan kita memilih paham ekonomi Indonesia yang diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945.

Dari fakta, kita temui bahwa Sidang MPR untuk mengamandemen Pasal 33 UUD 1945 berjalan alot, tegang, panas dan cenderung emosional. Jadi, sidang tersebut betul-betul menguras energi seperti itu. Artinya, jalannya sidang itu mendebarkan karena nasib bangsa kita dipertaruhkan. Yang terjadi pada mereka yang terlibat dalam sidang tersebut adalah pertentangan antara dua kubu yang sama kuatnya, yaitu kubu pro amandemen (pihak yang ofensif) dan kontra amandemen (pihak yang defensif).

Alasan dari pro amandemen :
1.      Mereka gigih dan bersemangat untuk mengamandemen UUD 1945 pasal 33 alasannya adalah mereka di era global ini azas kekeluargaan sudah ketinggalan zaman. Yang dituntut bagi paham ekonomi Indonesia adalah efisiensi agar dengan azas efisiensi ekonomi Indonesia menjadi kompetitif, mampu eksis di era global.
2.      Mereka berpendapat apa kelebihan dari azas kekeluargaan waktu itu yang dilakukan Pasal 33, tapi ternyata ekonomi Indonesia juga didera krisis yang berkepanjangan sehingga terjadilah krisis yang multidimensional. Jadi, azas kekeluargaan bagi mereka hanyalah omong kosong.
3.      Koperasi tidak pantas tercantum dalam konstitusi karena dalam kenyataan di lapangan, koperasi dipenuhi dengan bad news (berita-berita yang tidak bagus) dan dibantu akhirnya sia-sia tidak ada wujudnya.
4.      Indonesia itu aneh karena hanya satu-satunya negara di dunia yang mencantumkan koperasi dalam konstitusi. Di negara lain, koperasi tergantung dalam undang-undang, tapi tidak tercantum dalam konstitusi-konstitusi karena konstitusi itu paling tinggi.

Alasan dari kontra amandemen :
1.      Jangan main-main dengan azas kekeluargaan dan jangan mencoba-coba menggantikan azas kekeluargaan karena azas kekeluargaan adalah azas yang dimiliki oleh bangsa kita sejak nenek moyang kita dulu. Ini merupakan jati diri atau kepribadian bangsa kita dan diwariskan oleh para pendiri bangsa kita, bukan untuk digantikan tapi untuk diperjuangkan agar cita-cita bangsa Indonesia dapat terwujud.
2.      Memang negara kita didera krisis, tapi yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi di negara kita pada waktu itu justru karena azas kekeluargaan tidak dilaksanakan dengan konsisten dan konsekuen. Jadi, azas kekeluargaan hanya dijadikan sebagai wacana, yang dilaksanakan adalah azas lain.
3.      Koperasi masih dipenuhi dengan cerita yang kurang menggembirakan (kurang berhasil) tapi sebabnya adalah kesalahan dari kebijakan pemerintah yang menggunakan pendekatan top down, yang membuat koperasi menjadi tergantung pada pemerintah. Artinya, pemerintah terlalu masuk, mencampuri dan mengintervensi koperasi.
4.      Koperasi itu bukan aneh, tapi koperasi adalah sesuatu yang khas dari Indonesia.

Itulah mengapa perdebatan tentang amandemen Pasal 33 UUD 1945 berjalan alot, panas, tegang dan cenderung emosional. Akhirnya, karena MPR ini harus mengakhiri sidangnya pada hari-hari tertentu dan tidak boleh gagal karena kalau gagal rakyat akan gelisah dan akan dibuat khawatir. Supaya MPR ini tidak dicap oleh rakyat gagal, maka akhirnya ada kompromi (kesepakatan, saling memberi dan saling menerima) antara pro dan kontra.

Kalau ayat 1,2, dan 3 tetap otomatis yang menang adalah pihak yang kontra, memang untuk mewujudkannya tidak mudah. Sedangkan, kalau kata “koperasi” dihapus dalam konstitusi yang menang adalah pihak yang pro. Kemudian, ayat 4 adalah titik temu antara pro dan kontra.
Perbedaan rumusan Pasal 33 UUD 1945 antara sebelum & sesudah, antara lain:
1.      Babnya tetap yaitu Bab XIV, tetapi judulnya hanya “Kesejahteraan Sosial”. Sesudah amandemen, Bab XIV judulnya diubah menjadi “Perekonomian Nasional & Kesejahteraan Sosial”
2.      Sebelum amandemen Pasal 33 UUD 1945 terdiri dari 3 ayat saja, sesudah amandemen terdiri dari 5 ayat.
3.      Sebelum amandemen ada kata “koperasi” secara eksplisit dalam konstitusi terutama dalam penjelasan. Sesudah amandemen, tidak ada lagi kata “koperasi” secara eksplisit dalam Pasal 33.

Sekarang ini terhadap UUD 1945, ada isu ada 3 kubu :
1.      Kubu yang ingin kembali kepada rumusan UUD 1945 yang asli karena menganggap amandemen ini tidak sejalan antara kepala dan badannya.
2.      Kubu yang menginginkan amandemen jilid 2 karena amandemen jilid 1 dianggap belum tuntas dan perlu dituntaskan.
3.      Kubu yang intinya membiarkan apa yang sudah dibuat oleh MPR dengan amandemen ini kita pegang sebagai konstitusi kita sambil kita lihat pelaksanaannya, mengevaluasinya dan baru dari evaluasi, kita baru berfikir kembali atau melanjutkan.

Paham ekonomi perjuangan bercita-cita untuk menegakkan nilai-nilai yang luhur dan mulia dalam kehidupan ekonomi sosial bermasyarakat. Ternyata kenyataan di lapangan, mewujudkan nilai-nilai kehidupan yang mulia dan luhur dalam pelaksanaannya tidak seperti membalikkan telapak tangan karena banyak masalah dan tantangan.

Kesimpulan dari adanya peristiwa amandemen terhadap Pasal 33 UUD 1945 pada tahun 2002 dimana itu adalah paham ekonomi Indonesia adalah jangan sampai terjadi lagi peristiwa amandemen terhadap pasal 33 karena dari pengalaman tersebut cukup banyak menguras energi dan menimbulkan perpecahan. Supaya tidak terjadinya amandemen UUD 1945 pasal 33 sebagai generasi muda harus menjadi ujung tombak untuk ikut serta mewujudkan dalam kenyataan, karena kalau kenyataan itu tidak terlaksana dengan baik yaitu dicari-cari kelemahan pasal 33.

Di samping asas kekeluargaan, sebagai paham ekonomi Indonesia itu dimiliki oleh bangsa kita sejak dahulu kala itu bukan tanpa alasan. Jadi, sekarang kita beri alasan yang operasional, karena yang pendahulu kita itu lebih emosional dan sejak dahulu menurunkan paham tersebut sebagai warisan. Kemudian, bangsa kita mencantumkan pasal 33 itu dengan alasan, antara lain :
1.      Di dunia itu ada paham ekonomi materialisme, di mana dalam paham tersebut ada 2 kubu antara lain paham individualisme (yang kemudian disebut liberalisme-kapitalisme) dan paham kolektivisme (disebut sosialisme-komunisme).
·         Paham individualisme itu lebih menekankan kebebasan yang berorientasi atau dibingkai dengan kepentingan individu. Kalau ini dipilih oleh Indonesia akan menjadi ajang ketamakan. Artinya, yang kuat mengalahkan yang lemah. Akibatnya, kesenjangan antara kaya dan miskin akan semakin tajam. Paham ini disebut “jalan terjal”.
·         Paham kolektivisme adalah kebalikan dari paham individualisme yaitu meniadakan kebebasan dengan bingkai kepentingan kolektif (kepentingan yang tidak berdaulat), berbeda dengan kepentingan bersama. Kalau ini dipilih oleh Indonesia, maka akan penindasan hak-hak asasi manusia. Artinya, yang kuat dikorbankan untuk yang lemah. Paham ini disebut “jalan buntu”.
2.      Paham humanisme (jalan lurus), dibangun dan disusun bersama-sama berdasarkan asas kekeluargaan. Artinya, ada kebebasan tapi dibingkai dalam kebersamaan. Jadi, dalam ekonomi kita ada aku, kami dan, kita.
·         Aku = swasta, yang pelakunya UMKM dan perusahaan-perusahaan besar.
·         Kami = koperasi.
·         Kita = perusahaan negara (BUMD/BUMN)
Kalau paham ini dipilih oleh negara kita, maka ekonomi kita akan menjadi ajang ekonomi yang mau berbagi, tidak untuk diri sendiri. Ekonomi ini intinya ada value (nilai) karena sering kali bablas untuk kaya terus (menguasai), tetapi yang benar kekayaan itu harus dibingkai oleh kebersamaan. Misalnya, memberi perhatian terhadap kesejahteraan karyawan, bersedia untuk bermitra dalam bisnis, menyisihkan sebagian dana untuk kepentingan-kepentingan sosial termasuk beasiswa.  

Dengan adanya Pasal 33 UUD 1945 khususnya ayat 1, paham kita ini adalah paham humanisme (asas kekeluargaan) dan orientasinya adalah cita-cita, serta menurut Mubiarto (Guru Besar dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) motif dari para pelaku ekonomi di Indonesia yang berdasar asas kekeluargaan yang mau berbagi, tidak hanya ekonomi saja, melainkan sosial dan moral. Artinya, apa yang kita lakukan itu juga memberikan manfaat bagi orang lain menjadi tertolong dan merasakan manfaat atas layanan yang diberikan oleh kita. Berarti dengan ketiga motif tersebut, pelaku bisnis adalah melakukan kebajikan hidup (penuh dengan kebaikan) melalui ekonomi. Agama apapun menuntut agar diamalkan dalam bentuk perbuatan baik terhadap orang lain dengan dasar sila ke-1 Pancasila “Ketuhanan yang Maha Esa”. Inilah yang disebut dengan “EKONOMI PANCASILA”, dimana cirinya nanti pelaku ekonominya tidak hanya bukti ekonomi, tapi ada bukti sosial dan moral. Ekonomi Pancasila bersifat akomodatif, yaitu mempertemukan kepentingan pribadi dan kepentingan bersama dengan tujuan untuk mencapai cita-cita yaitu kemakmuran yang adil dan merata.

Dengan azas kekeluargaan, maka ekonomi Indonesia ada 3 pelaku yaitu pelaku koperasi, BUMN dan swasta.
·         Koperasi lebih diutamakan karena sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Artinya dari segi filosofis, koperasi itu dituntut untuk memberikan contoh, teladan atau panutan dalam hal keunggulan, kemanfaatan, kebaikan atas pelaksanaan azas kekeluargaan yang bercita-cita untuk menegakkan nilai-nilai luhur dan mulia dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, koperasi dituntut untuk berada di garis terdepan karena azas kekeluargaan merupakan jati dirinya. Koperasi memiliki karakter yaitu milik bersama, yang dimana masalahnya yang sama-sama dihadapi oleh anggota. Jadi, punya cita-cita untuk memecahkan masalah bersama.
Misalnya :
- peternak sapi perah masalahnya pemasaran dan mendirikan suatu koperasi untuk memecahkan masalah bersama dalam hal memasarkan.
- tukang becak mendirikan suatu koperasi agar tidak tertinggal dengan cara bersinergi dalam bentuk wadah koperasi bagaimana mereka berinovasi untuk memecahkan masalah dan bisa menciptakan becak desain baru.
·         BUMN atau BUMD adalah milik negara, orientasinya adalah tujuan. Tujuan dari BUMN adalah optimalisasi kemanfaaatan aset-aset negara untuk kepentingan kemakmuran rakyat yang sebanyak-banyaknya. Contoh : PLN, Pertamina.
·         Swasta milik perorangan, misalnya UMKM dan perusahaan besar. Orientasinya adalah pamrih untuk mencari keuntungan, tapi tidak untuk diri sendiri melainkan juga digunakan untuk sosial dan moral. Inilah tujuan dari azas kekeluargaan…

Sayangnya, terhadap tiga pelaku tersebut (BUMN, koperasi, swasta) sampai saat ini diterpa oleh isu-isu.
·         Isu koperasi adalah jati diri hanya sebagai wacana. Misalnya hanya tertulis rumusan-rumusan yang bagus, tapi tidak dilaksanakan atau diimplementasikan di lapangan. Salah satu jati diri koperasi adalah punya nilai demokrasi, artinya pemegang kekuasaan tertinggi koperasi ada pada anggota dewan rapat anggota. Jadi, harusnya kalau ini dilaksanakan sesuai dengan regulasi harusnya setiap tahun harus ada rapat anggota, tapi ternyata di lapangan banyak koperasi yang tidak pernah menyelenggarakan rapat anggota. Atau ada rapat anggota, tapi rapatnya hanya sekedar formalitas tapi yang memutuskan hanya pengurus saja, sedangkan anggota tidak diberi kesempatan untuk menanggapi, bertanya, dsb.
Ada fenomena di masyarakat, ada 3 macam koperasi :
1)      Koperasi merpati : koperasi yang dimana ada pihak-pihak mendirikan koperasi, motifnya untuk menyongsong bantuan dari pemerintah, tetapi tidak memiliki orientasi (cita-cita).
2)      Koperasi pedati : koperasi yang jalannya didorong oleh pemodal, dimana pemodalnya hanya memanfaatkan kehadiran koperasi untuk memperkaya diri.
3)      Koperasi sejati : koperasi yang betul-betul milik bersama dan orientasinya bercita-cita untuk memecahkan bersama.
·         Isu BUMN adalah inefisiensi, yang banyak BUMN yang dikelola tidak secara profesional. Sehingga, banyak yang rugi dan terjadi penyelewengan. Dengan demikian, menjadi beban negara. Seharusnya, BUMN memberikan dividen pada negara untuk menambah budget untuk membangun negara, bukan pemerintah yang menomboki BUMN. Oleh karena itu, banyak BUMN yang kemudian diproses menjadi privatisasi.
·         Isu swasta adalah ketamakan. Dan ketamakan tidak hanya perusahaan besar, tapi usaha kecil dan menengah. Kalau perusahaan besar suka mencari izin untuk menyuap, merusak lingkungan, dsb. Sedangkan, usaha kecil dan menengah memalsukan produk-produk, seperti memberikan formalin, dsb. Itulah yang terkait dengan implementasi dari azas kekeluargaan yaitu adanya tiga pelaku ekonomi yang berbeda-beda.
Oleh karena itulah, maka kita perlu mengenal ciri-ciri demokrasi ekonomi :
1.      Memberikan peluang bagi beragam pelaku ekonomi yang memiliki karakter yang berbeda (Koperasi, BUMN/BUMD, Swasta terdiri Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar).
Artinya, di negara kita ada kebebasan. Boleh memilih salah satu dari tiga pelaku.
2.      Hubungan antara ketiga pelaku ekonomi bersifat kemitraan dengan prinsip kesetaraan, semangat kerja sama, saling menguntungkan (win-win solution) dan otonomi.
Kemitraan adalah implementasi dari ekonomi yang mau berbagi.
3.      Daulat ekonomi bukan di tangan pasar tetapi di tangan rakyat, artinya kebijakan ekonomi nasional berbasis pada kepentingan rakyat banyak.
Jadi, daulat ekonomi kita bukan di tangan pasar karena kalau di tangan pasar yang dimenangkan adalah yang kuat.
4.      Penentuan harga tidak dilakukan melalui mekanisme pasar bebas melainkan melalui mekanisme pasar terkelola.
Jadi, kita bukan mendewa-dewakan pasar bebas memang ada kebebasan, tapi kebebasan yang dibingkai dalam kepentingan bersama.
Demokrasi ekonomi merupakan perekat atau pasangan dari demokrasi politik. Demokrasi politik tidak akan bisa membawa pencapaian tujuan kemerdekaan untuk mewujudkan kemakmuran yang adil dan merata tanpa dilengkapi dengan demokrasi ekonomi. Demikian juga tanpa demokrasi politik, demokrasi ekonomi ini juga tidak akan punya makna bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu tercapainya kemakmuran yang adil dan merata.
Jadi, amanat Pasal 33 UUD 1945 ini merupakan gerakan pendidikan (educational movement) karena ini proses yang harus diinternalisasikan dan disosialisasikan pada warga, baru kalau warga sudah memahami, terdidik dan menyadari lalu outputnya ekonomi.
Apa artinya bahwa Pasal 33 UUD 1945 itu gerakan pendidikan di bidang ekonomi?
1.      Gerakan yang mencita-citakan penegakan nilai-nilai yang luhur dan mulia dalam kehidupan ekonomi sosial masyarakat.
Jadi, suatu gerakan (movement) merupakan suatu kesadaran yang masif dari masyarakat yang bukan dari atas, tetapi dari bawah dalam rangka ikut serta memeriahkan gerakan dan berusaha agar gerakan tersebut berhasil.
2.      Gerakan yang membutuhkan dukungan dari semua lapisan masyarakat tanpa kecuali.
Tanpa kecuali khususnya generasi muda karena yang mengamanatkan adalah UUD, siapapun WNI harus mendukung.
3.      Sosialisasi dan internalisasi Gerakan dilaksanakan melalui edukasi yang bersifat dialogis, interaktif dan partisipatif dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up)
Intinya, menimbulkan kesadaran dan keterpaksaan dengan pendekatan dari bawah ke atas.
Sehubungan dengan azas kekeluargaan, maka muncul konsep tentang tanggung jawab sosial dunia bisnis atau usaha. Jadi, intinya ekonomi kita menjadi kancah ekonomi yang mau berbagi. Dengan demikian, ekonomi Indonesia kental dengan dimensi sosialnya terutama kalangan dunia bisnis. Sehubungan dengan tanggung jawab sosial dunia usaha ini, maka dimensi tanggungjawab sosial yang tertinggi adalah koperasi karena orientasi berdirinya cita-cita memecahkan masalah bersama dengan para anggotanya dan tindakan azas kekeluargaan itu menjadi jati dirinya. Berikutnya, yang menjadi tanggungjawab sosial di bawah koperasi adalah BUMN dan di bawahnya lagi adalah swasta. Inilah yang sebaiknya nanti menjadi embrio materi pokok dari isi UU Pokok-Pokok Perekonomian Nasional, ini tercermin dari karakter bisnisnya.
Karakter bisnis koperasi adalah berwatak sosial. Makna dari berwatak sosial adalah bisnis koperasi yang diutamakan adalah memberikan layanan yang bermanfaat dan dari layanan tersebut koperasi mendapatkan keuntungan supaya bisa berkelanjutan dalam memberikan layanan.
Karakter bisnis BUMN adalah bernuansa sosial. Makna dari bernuansa sosial adalah mencari keuntungan yang diimbangi dengan kewajiban memberikan layanan.
Karakter bisnis swasta adalah berkepedulian sosial. Makna dari berkepedulian sosial adalah mencari keuntungan yang disertai dengan memenuhi kebutuhan memberikan layanan. Selain itu, swasta layanannya kemampuan bersaing.
Yang merancang pemikiran tersebut adalah para pendiri bangsa kita dan menjadi tanggungjawab kita untuk kita jabarkan.  
Kalau masing-masing pelaku ekonomi koperasi bisa mewujudkan bisnis berwatak sosial, BUMN bisa mewujudkan pelaksanaan dari bernuansa sosial dan swasta bisa mewujudkan pelaksanaan dari berkepedulian sosial, maka ketiga pelaku ekonomi akan punya peran dalam tiga hal ini, yaitu berperan memberantas kemiskinan, menanggulangi pengangguran, dan menciptakan integrasi sosial. Jadi, artinya sepak terjang dari semua pelaku ekonomi koperasi, BUMN, dan swasta perilakunya menebar kebajikan, tidak hanya ekonomi, tetapi sosial dan moral.
Yang membuat suatu negara menjadi maju, makmur dan sejahtera adalah dunia usaha, tetapi dunia usaha bisa menjadi faktor memajukan bangsa tidak bisa lepas dari dunia pemerintahan, yang membuat dunia pemerintahan bisa bersinergi dengan dunia usaha tidak lain soal manajemen, karena manajemennya baik pemerintah maupun dunia usaha menjadi kekuatan bangsa tidak lain karena faktor SDM, sedangkan SDM bisa mendukung semua kekuatan bangsa itu tidak lain karena faktor pendidikan.
Peran pemerintah dalam ekonomi Indonesia cukup besar, strategis dan menentukan. Tapi, tidak berarti menghilangkan kebebasan karena di dalam konstituen itu ada kebebasan tapi dibingkai dengan kebersamaan.
1.      Koperasi, peran pemerintah di sini adalah membina (mengedukasi masyarakat), karena :
a.      Butuhnya koperasi terhadap pemerintah adalah komunitas koperasi merupakan kalangan masyarakat yang base road (wong cilik) artinya serba punya keterbatasan. Orang yang punya keterbatasan mempunyai cita-cita yang tinggi, dia ingin bebas dari segala keterbatasan melalui kerjasama di antara mereka. Karena serba keterbatasan, maka yang harus memberi jalan kemudahan agar orang yang terbatas sumber daya manusia itu bisa mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya menjadi tanggungjawab pemerintah dengan memberdayakan mereka lewat bimbingan atau pendampingan agar cita-cita itu bisa diwujudkan. Tanpa dukungan dari pemerintah, mereka hanya berangan-angan saja.
b.      Butuhnya pemerintah terhadap koperasi adalah pemerintah berkepentingan untuk menjadikan koperasi sebagai mitra dalam hal melaksanakan program untuk mensejahterakan masyarakat. Artinya, untuk keperluan tersebut pemerintah tidak sendiri bekerja, tetapi masyarakat sendiri mampu secara mandiri sehingga meringankan beban dari pemerintah.
Wujudnya atau bentuknya pembinaan adalah memberi pelatihan, fasilitas, modal, pendampingan, mengikutsertakan dalam pameran-pameran bisnis.
2.      BUMN, peran pemerintah di sini adalah mengendalikan, tidak lain BUMN adalah milik negara agar jalannya bisnis milik negara betul-betul untuk menjamin kepentingan publik agar kepentingan umum betul-betul bisa terjamin keberadaannya untuk mendukung agar tujuan optimalisasi aset-aset milik negara untuk kepentingan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya bisa diwujudkan. Jadi, BUMN adalah perpanjangan tangan pemerintah di bidang ekonomi. Wujudnya mengendalikan adalah menempatkan orang-orang pemerintah menjadi anggota dewan komisaris karena dewan komisaris adalah atasan dari dewan direktur orang profesional. Orang dewan komisaris berasal dari kementerian terkait, contohnya dari Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.
3.      Swasta, peran pemerintah di sini adalah mengawasi supaya potensi tamak itu bisa ditangkal. Karena dalam praktek, ternyata ketamakan masih merajalela di kalangan swasta, baik memalsu dokumen, memeras buruh, dan sebagainya. Ketamakan yang menjadi karakter dasar yang potensial kalau tidak ditangkal ekonomi kita bisa dirusak olehnya dan kesenjangan antara kaya dan miskin semakin terjal. Bentuknya pengawasan terhadap karyawan supaya tidak terjadi penindasan. Oleh karena itu, dibuatlah aturan tentang upah minimum regional (UMR) supaya kesejahteraan karyawan diperhatikan. Bentuk yang lain adalah pengawasan dalam hal pembuangan limbah produksi serta proses produksi makanan yang harus higienis.
Postur SDM yang memang dituntut terutama di kalangan generasi muda harus postur SDM yang unggul. Unggul dalam arti :
1.      Sosok, sebagai generasi muda atau penerus kita harus mempunyai integritas terutama soal kejujuran (moral), komitmen terhadap apa yang diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945 khususnya tentang paham humanisme yang berdasar atas azas kekeluargaan yang dimana paham ekonomi kita adalah paham ekonomi yang mau berbagi, serta mempunyai kapabilitas (kemampuan) dalam mengimplementasikan azas kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Perilaku, selalu bersikap positif terutama azas kekeluargaan, paham ekonomi yang mau berbagi merupakan cita-cita bangsa dengan ikut berperan aktif dalam menyikapinya, berpikir konstruktif tidak berpikir destruktif intinya kita ingin menjadi kekuatan dengan kita ikut berpikir apa yang bisa dibuat untuk ikut mewujudkannya, serta bertindak produktif mulai hal-hal yang kecil sampai besar dengan memanfaatkan media sosial untuk hal-hal yang bermanfaat untuk mewujudkan paham ekonomi berdasar azas kekeluargaan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
3.      Interaksi atau komunikasi, pastilah kita di dalam kenyataan di tengah-tengah masyarakat tidaklah kita berjuang, berbuat dan bergerak sendiri tapi pasti melalui kerjasama dengan pihak lain. Oleh karena itu, dalam rangka sinergi antara kita dengan pihak lain maka dalam berinteraksi kita harus siap untuk menjadikan orang lain sebagai lawan bicara, artinya jangan kita selalu berharap orang lain itu seide atau segagasan dengan kita melainkan harus siap menerima pendapat orang lain. Kemudian, anggaplah orang lain yang kita ajak kerjasama walaupun punya pendapat yang berbeda sebagai teman untuk mengajak berpikir guna mencari solusi. Pada dasarnya, demokrasi atau kebebasan mengemukakan pendapat itu di sini. Dan dengan demikian, teman berpikir kita nanti akan menjadi mitra bertindak.

Cara pandang kita janganlah kita menjadi seorang idealis karena idealis itu tanpa masa depan, contohnya menolak globalisasi dengan alasan nasionalisme, kemandirian, dan sebagainya itu akan merugikan perekonomian Indonesia. Tetapi, jangan juga menjadi seorang yang pragmatis karena merusak masa depan, seperti menerima globalisasi secara total atau sepenuhnya akhirnya ekonomi nasional akan terpinggirkan dan ekonomi kita didominasi oleh ekonomi asing, sehingga kesenjangan antara kaya dan miskin akan semakin tajam. Tapi, jadilah seseorang yang realis idealis adalah seorang yang menyongsong masa depan, dengan menerima globalisasi tetapi dimanage dengan sikap mengoptimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian agar dengan realis idealis tersebut kita akan menjadi kekuatan bangsa dan bukan beban bangsa. Contoh dari realis idealis adalah kita bukan menolak impor tetapi impor dilakukan kalau produk dalam negeri belum mencukupi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAJAS

Majas adalah bahasa yang bergaya memiliki makna yang bersifat konotatif. Perpaduan kosakata muncul dan memakai perlambang-lambang dengan hasil pembagian. Contoh majas dan jenis majas yang produktif : 1. Majas Metafora : perbandingan kata tanpa pembanding Contoh kalimat : a). Telinga memerah mendengar sindiran Bu Maria. b). Dia dikenal sebagai bunga desa . c). Rumah itu habis dilalap si jago merah . 2. Majas Simile : perbandingan dengan kata pembanding. Contoh kalimat : a). Wajah keduanya bagai pinang di belah dua. b). Senyumannya se cerah mentari pagi. 3. Majas Personifikasi : memakaikan kelakuan manusia pada non manusia. Contoh kalimat : a). Nyiur melambai di tepi pantai. b). Jantungku melompat saat bertemu dia.  c). Rumah itu habis dilalap si jago merah. 4. Majas Hiperbola : berlebihan sampai menyalahi logika. Contoh kalimat : a). Jantungku copot karena teriakannya yang keras. b). Setelah berlari sepuluh kali lapangan olahraga, n

Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia

A . STATUS WARGA NEGARA INDONESIA Rakyat sebuah negara dibedakan menjadi 2 yaitu :    1. Penduduk dan bukan penduduk   2. Warga negara dan bukan warga negara        Perbedaan antara penduduk dan warga negara         Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau menetap dalam suatu negara sedangkan warga negara adalah orang yang secara hukum merupakan anggota suatu negara. PASAL 26 UUD 1945 menjelaskan bahwa : 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. Maksudnya adalah warga  negara Indonesia tidak semua orang-orang pribumi melainkan warga bangsa lain yang sudah disahkan secara Undang-Undang. 2. Penduduk ialah WNI dan orang asing yang bertempat  tinggal di Indonesia.            3.Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan UU.             Maksudnya adalah ada ketentuan-ketentuan khusus untuk bertempat tinggal di Indonesia. 

JENIS-JENIS PENDAPAT AKUNTAN

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 31 Maret 2011 (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu: 1.     Pendapat wajar tanpa pengecualian ( Unqualified opinion ) 2.     Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku ( Unqualified opinion with explanatory language ) 3.     Pendapat wajar dengan pengecualian ( Qualified opinion ) 4.     Pendapat tidak wajar ( Adverse opinion ) 5.     Pernyataan tidak memberikan pendapat ( Disclaimer opinion ) 1.1    Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seperti yang terdapat dalam standar professional akuntan publik, dan telah mengumpulkan bahan-bahan pembuktian ( audit evidence ) yang cukup untuk mendukung opininya, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas penyimpangan dari SAK/ETAP/IFRS, maka auditor dapat memberikan pend