Langsung ke konten utama

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL

Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yang berarti setelah melunaskan pajak yang terutang, maka kewajiban pajak telah selesai. Penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan final tidak perlu digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat tidak final.

Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final diatur dalam:
  • PPh Pasal 4 ayat (2);
  • PPh Pasal 15;
  • PPh Pasal 19.
Beberapa penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan bersifat final menurut ketentuan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:
  1. Bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro.
  2. Bunga/diskonto obligasi.
  3. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota wajib pajak Orang Pribadi.
  4. Sewa tanah dan/atau bangunan.
  5. Pengalihan hak atas tanah/bangunan.
  6. Transaksi penjualan saham.
  7. Hadiah Undian.
  8. Jasa Konstruksi.
  9. Transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa.
  10. Dividen yang diterima/diperoleh wajib pajak Orang Pribadi.
  11. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN, DISKONTO SBI DAN JASA GIRO

Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit on call" baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.

Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank.

Penghasilan berupa bunga dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
  • dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
  • dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.
Pemotongan PPh final di atas tidak dilakukan terhadap:
a. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,-
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

BUNGA/DISKONTO OBLIGASI

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Besarnya Pajak Penghasilan yang bersifat final:
a. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar:

  • 15%, bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT);
  • 20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
b. Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar:

  • 15%, bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT);
  • 20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).

c. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:
  • 15%, bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT);
  • 20% atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi di atas harga perolehan obligasi.
d. bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
  • 0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
  • 5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
  • 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.
BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Anggota koperasi orang pribadi yang memperoleh penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Besarnya Pajak Penghasilan adalah:
a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,- per bulan; atau
b. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,- per bulan.

Pajak Penghasilan di atas wajib dipotong oleh koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi pada saat pembayaran.

SEWA TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.

PENGALIHAN HAK ATAS TANAH/BANGUNAN

Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar sendiri oleh pribadi atau badan yang bersangkutan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.

Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud di atas adalah sebesar 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Susun dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Pajak Penghasilan yang terhutang/dibayar oleh wajib pajak atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan merupakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan, termasuk pengembang kawasan perumahan, pertokoan pergudangan, industri, kondominium, apartemen, rumah susun, dan gedung perkantoran.

Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran, maka Pajak Penghasilan yang terutang dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.

Pembayaran Pajak Penghasilan dengan cara angsuran ini wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.

Terdapat pengecualian terhadap kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:

  1. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp 60.000.000,- dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
  2. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
  3. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  4. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  5. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan; dan
  6. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.
TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM

Pengertian saham pendiri adalah :
a. saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana (intial public offering);
b.  saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham.

Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan dan bersifat final sebesar 0,5% dari nilai saham.

HADIAH UNDIAN

Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan adalah sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian.

JASA KONSTRUKSI

Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah:
a. 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
b. 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c. 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah dan besar;
d. 4% untuk Perencanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
e. 4% untuk Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
f. 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Yang dimaksud dengan "kualifikasi usaha" adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.

Pajak Penghasilan yang bersifat final harus dipotong oleh pengguna jasa (jika pengguna jasa adalah pemotong pajak) atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa. 

TRANSAKSI DERIVATIF BERUPA KONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA

Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenal Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar 2,5% dari margin awal.

DIVIDEN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak 10% dan bersifat final.

Pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL BERDASARKAN PPH PASAL 15

Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final berdasarkan PPh Pasal 15 adalah perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dan perusahaan pelayaran dalam negeri untuk mengangkut orang dan/atau barang.

Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia adalah sebesar 2,64% dari peredaran bruto yaitu semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Pajak Penghasilan yang dimaksud di atas adalah bersifat final.

Subjek Pajak dalam negeri yang menggunakan jasa pelayaran luar negeri, dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut tidak mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia serta berkedudukan di negara yang tidak memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka Subjek Pajak dalam negeri yang terutang atas jasa pelayaran tersebut wajib memotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto yang dibayarkan.

Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah sebesar 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.

Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah sebesar 1,8% dari peredaran bruto. Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri merupakan kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, jadi Pajak Penghasilan yang dibayar atas pengangkutan dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan di dalam negeri merupakan pajak penghasilan yang bersifat tidak final.

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL BERDASARKAN PPH PASAL 19

Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final berdasarkan PPh Pasal 19 adalah selisih lebih revaluasi aktiva tetap perusahaan diatas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Tarif Pajak Penghasilan atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan diatas nilai sisa buku fiskal semula adalah sebesar 10% dan bersifat final.

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 selama 1 tahun atau disetahunkan, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah Omzet bruto setiap bulan dikali dengan 1%, untuk setiap tempat kegiatan usaha.

Penghasilan Wajib Pajak yang tidak termasuk dalam peraturan pemerintah ini adalah peredaran bruto dari:
a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, yaitu: pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama. dan penari; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; pengarang, peneliti, dan penerjemah; agen iklan; pengawas atau pengelola proyek; perantara; petugas penjaja barang dagangan; agen asuransi dan distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
d. penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak.
e. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
f. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000.

Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25.

Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang berdasarkan PP Nomor 46 ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan dan telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan yang tidak memperoleh validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Wajib Pajak dengan jumlah Omzet Nihil pada suatu bulan tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).

Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.

Sumber : 
Sumarsan, Thomas. (2017). Perpajakan Indonesia: Pedoman Perpajakan yang Lengkap berdasarkan Undang-undang Terbaru, Edisi Kelima. Jakarta: PT Indeks.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAJAS

Majas adalah bahasa yang bergaya memiliki makna yang bersifat konotatif. Perpaduan kosakata muncul dan memakai perlambang-lambang dengan hasil pembagian. Contoh majas dan jenis majas yang produktif : 1. Majas Metafora : perbandingan kata tanpa pembanding Contoh kalimat : a). Telinga memerah mendengar sindiran Bu Maria. b). Dia dikenal sebagai bunga desa . c). Rumah itu habis dilalap si jago merah . 2. Majas Simile : perbandingan dengan kata pembanding. Contoh kalimat : a). Wajah keduanya bagai pinang di belah dua. b). Senyumannya se cerah mentari pagi. 3. Majas Personifikasi : memakaikan kelakuan manusia pada non manusia. Contoh kalimat : a). Nyiur melambai di tepi pantai. b). Jantungku melompat saat bertemu dia.  c). Rumah itu habis dilalap si jago merah. 4. Majas Hiperbola : berlebihan sampai menyalahi logika. Contoh kalimat : a). Jantungku copot karena teriakannya yang keras. b). Setelah berlari sepuluh kali lapangan olahraga, n

JENIS-JENIS PENDAPAT AKUNTAN

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 31 Maret 2011 (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu: 1.     Pendapat wajar tanpa pengecualian ( Unqualified opinion ) 2.     Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku ( Unqualified opinion with explanatory language ) 3.     Pendapat wajar dengan pengecualian ( Qualified opinion ) 4.     Pendapat tidak wajar ( Adverse opinion ) 5.     Pernyataan tidak memberikan pendapat ( Disclaimer opinion ) 1.1    Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seperti yang terdapat dalam standar professional akuntan publik, dan telah mengumpulkan bahan-bahan pembuktian ( audit evidence ) yang cukup untuk mendukung opininya, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas penyimpangan dari SAK/ETAP/IFRS, maka auditor dapat memberikan pend

Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia

A . STATUS WARGA NEGARA INDONESIA Rakyat sebuah negara dibedakan menjadi 2 yaitu :    1. Penduduk dan bukan penduduk   2. Warga negara dan bukan warga negara        Perbedaan antara penduduk dan warga negara         Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau menetap dalam suatu negara sedangkan warga negara adalah orang yang secara hukum merupakan anggota suatu negara. PASAL 26 UUD 1945 menjelaskan bahwa : 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. Maksudnya adalah warga  negara Indonesia tidak semua orang-orang pribumi melainkan warga bangsa lain yang sudah disahkan secara Undang-Undang. 2. Penduduk ialah WNI dan orang asing yang bertempat  tinggal di Indonesia.            3.Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan UU.             Maksudnya adalah ada ketentuan-ketentuan khusus untuk bertempat tinggal di Indonesia.