Langsung ke konten utama

PERJALANAN BANGSA INDONESIA (1949-1950)

Belanda menerima himbauan PBB supaya mengadakan gencatan senjata pada tanggal 31 Desember 1948 di Jawa dan tanggal 5 Januari 1949 di Sumatera, tetapi perang gerilya terus berlangsung. Soedirman berada dalam keadaan kritis karena penyakit TBC-nya; walaupun masih tetap menjadi lambang persatuan tentara, namun dia hampir tidak dapat menjalankan komando lagi. Nasution lah yang secara efektif menjalankan komando sebagai wakil panglima dan, pada tanggal 22 Desember, dia memproklamasikan suatu pemerintahan militer untuk Jawa. Sebenarnya, sebagian besar satuan tentara beroperasi secara otonom selama masa gerilya ini. Di samping banyak kemenangan kecil mereka atas pihak Belanda, pasukan-pasukan Republik yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto mendapat kemenangan psikologis ketika mereka menyerang Yogyakarta selama enam jam pada tanggal 1 Maret 1949. Di tahun-tahun mendatang, setelah Soeharto menjadi presiden kedua Indonesia, penyerangan ini diangkat ke tingkat pemitosan Soeharto sebagai pahlawan nasional utama yang merebut kembali Yogyakarta dari Belanda dan menguasainya selama enam jam, yang cukup banyak dilebih-lebihkan.

Satu-satunya politisi sipil utama yang masih hidup dan bebas ialah Tan Malaka, yang sedang berada di Jawa Timur ketika Belanda melancarkan serangan. Dia melontarkan himbauan untuk melakukan perlawanan semesta, tetapi dia sendiri tidak lagi mempunyai banyak pengikut. Pada bulan Februari 1949, dia sedang berada di Jawa Timur bersama suatu satuan tentara yang menderita kekalahan dalam bentrokan dengan satuan Republik lainnya. Tan Malaka ditangkap dan dibunuh.

PBB dan Amerika Serikat mulai bersikap lebih tegas terhadap Belanda. Tekanan ini, bersama-sama dengan tekanan militer Republik, akhirnya memaksa Belanda untuk memutuskan upayanya yang terakhir membentuk imperium di Indonesia. Pada akhir bulan Januari 1949, Dewan Keamanan PBB menuntut pembebasan kabinet Republik, pembentukan suatu pemerintahan sementara, dan penyerahan kedaulatan secara penuh sebelum tanggal 1 Juli 1950. Amerika Serikat secara terang-terangan mencela Belanda di dalam PBB dan mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan utama perekonomian dalam negeri Belanda. Pada bulan April, Belanda sepakat untuk menyerah, tetapi mendesak untuk mengadakan pembicaraan-pembicaraan pendahuluan dengan pemerintah Republik. Pada tanggal 7 Mei disepakati bahwa Soekarno dan Hatta akan memerintahkan gencatan senjata sekembalinya mereka ke Yogyakarta, bahwa Belanda akan menerima pihak Republik pada Konferensi Meja Bundar yang akan digelar, dan bahwa mereka tidak akan mendirikan negara-negara federal baru.

Pada tanggal 6 Juli 1949, pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta, yang sudah ditinggalkan oleh pasukan-pasukan Belanda pada akhir bulan Juni. Soedirman dan pimpinan-pimpinan tentara lainnya enggan mengakui kekuasaan sipil yang mereka anggap telah meninggalkan Republik. Akan tetapi, pihak militer akhirnya mengakuinya ketika Soekarno mengancam akan mengundurkan diri kalau mereka tidak melakukannya. Suatu konferensi diselenggarakan di Yogyakarta dan Jakarta pada bulan Juli. Di dalam konferensi itu, negara-negara federal ternyata mempunyai banyak kepentingan yang sama dengan Republik, sebagian besar dikarenakan rasa hormat mereka atas perlawanan Republik dan kekecewaan mereka atas kelalaian Belanda untuk menyerahkan kekuasaan yang penting kepada mereka. Konferensi tersebut bersepakat bahwa tentara Republik akan menjadi inti kekuatan militer bagi Republik Indonesia Serikat (RIS) yang baru dan bahwa Soekarno serta Hatta akan menjadi presiden dan wakil presiden negara itu.

Pada tanggal 1 Agustus, diumumkanlah gencatan senjata yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus. Justru sebelum gencatan senjata itu dilaksanakan, pasukan-pasukan Republik berhasil merebut kembali sebagian besar Surakarta dan mempertahankannya selama dua hari. Bentrokan-bentrokan berikutnya yang berdiri sendiri berlanjut sampai bulan Oktober. Akan tetapi, sedikit demi sedikit, penyerahan kekuatan militer dari Belanda dan pasukan-pasukan liar kepada satuan-satuan reguler Republik dan pembentukan kekuasaan militer yang terintegrasi bagi RIS diurus oleh Hamengkubuwana IX selaku koordinator keamanan. Akan tetapi, ada beberapa wilayah yang bergolak seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat, di mana proses ini menghadapi perlawanan dari pasukan-pasukan liar setempat.

Dari tanggal 23 Agustus sampai tanggal 2 November 1949, Konferensi Meja Bundar diselenggarakan di Den Haag, Hatta mendominasi pihak Indonesia selama berlangsungnya perundingan-perundingan dan semua peserta mengaguminya. Suatu uni yang longgar antara negeri Belanda dan RIS disepakati dengan ratu Belanda sebagai pimpinan simbolis. Soekarno akan menjadi Presiden RIS dan Hatta sebagai perdana menteri (1949-1950) merangkap wakil presiden. Berbagai jaminan diberikan kepada investasi-investasi Belanda di Indonesia dan disepakati bahwa akan diadakan konsultasi-konsultasi mengenai beberapa masalah keuangan. Banyak orang Indonesia menganggap rencana-rencana tersebut sebagai pembatasan-pembatasan yang tidak adil terhadap kedaulatan mereka. Pihak Indonesia harus memberikan konsesi-konsesi pula dalam dua masalah yang paling sulit. Belanda tetap mempertahankan kedaulatan atas Papua sampai ada perundingan-perundingan lebih lanjut mengenai status wilayah itu. Dan RIS memikul tanggung jawab atas hutang Hindia Timur Belanda yang setelah terjadi banyak tawar-menawar, jumlahnya ditetapkan sebesar 4,3 milyar gulden; sebagian besar dari jumlah ini sebenarnya merupakan biaya yang dipakai oleh pihak Belanda dalam usahanya menumpas Revolusi.

Pada tanggal 27 Desember 1949, negeri Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk Papua, kepada RIS, sebuah negara federal yang hanya bertahan secara utuh selama beberapa minggu saja. Ada banyak sentimen pro-Republik di negara-negara federal yang didirikan oleh Belanda itu, sentimen yang telah menjadi semakin kuat dengan dibebaskannya sekitar 12.000 orang tawanan Republik dari penjara-penjara Belanda antara bulan Agustus dan Desember 1949. Federalisme pada umumnya telah dicurigai dikarenakan asalnya jelas sebagai muslihat Belanda; kini ia akhirnya dinodai oleh upaya flamboyan terakhir "Turk" Westerling untuk mengubah jalannya sejarah.

Pada tanggal 23 Januari 1950, Westerling dan sekitar 800 orang serdadunya merebut tempat-tempat penting di Bandung, tetapi Komisaris Tinggi Belanda dan komandan garnisun Belanda yang masih berada di Bandung mendesaknya supaya mundur pada hari itu juga. Hari berikutnya diketahui bahwa Westerling merencanakan untuk menyerang kabinet RIS dan membunuh beberapa orang menteri. Serdadu-serdadu Westerling telah menyusup memasuki Jakarta setelah meninggalkan Bandung, tetapi mereka dapat dipukul mundur. Pada bulan Februari, Westerling meninggalkan negeri ini dengan jalan menyamar. Timbul kegoncangan yang luas atas terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.

Ditangkapnya beberapa pemimpin Pasundan karena dicurigai terlibat dalam komplotan Westerling mendorong parlemen negara bagian itu meminta, pada tanggal 27 Januari 1950, agar Pasundan dibubarkan. Sampai akhir bulan Maret, sebagian besar negara federal yang kecil telah mengikuti contoh ini dengan memutuskan untuk membubarkan diri dan bergabung dengan Republik. Kabinet Hatta merasa dibawa oleh suatu gelombang persatuan dan dipaksa melakukan persiapan-persiapan legislatif secara tergesa-gesa untuk menghadapinya. Pada awal bulan April, Sultan Abdul Hamid II dari Pontianak, kepala negara di Kalimantan Barat dan menteri tanpa portofolio dalam kabinet RIS, ditangkap karena dituduh sebagai penghasut utama dalam kelompok Westerling. Setelah itu, kekuasaan atas Kalimantan Barat diambil alih oleh pemerintah RIS.

Oposisi yang terbesar terhadap gerakan persatuan tersebut berasal dari negara-negara Sumatera Timur dan Indonesia Timur. Di Negara Indonesia Timur, banyak orang Ambon yang beragama Kristen, pro-Belanda, dan telah berperang melawan Revolusi menentang pembubaran federalisme. Mereka menganggap Republik sebagai negara yang didominasi oleh orang Jawa, kaum muslim, dan tokoh-tokoh yang mereka pandang berhaluan kiri. Pada bulan April 1950 terjadi bentrokan antara para serdadu kolonial (kebanyakan orang Ambon) dengan satuan-satuan Republik di Makassar yang mengakibatkan pemerintah Indonesia Timur dicurigai. Pada bulan Mei dibentuklah suatu kabinet baru Indonesia Timur dengan tujuan membubarkan negara itu dan meleburkannya ke dalam negara kesatuan Indonesia. Akan tetapi, pada tanggal 25 April, mantan menteri kehakiman dalam pemerintahan Indonesia Timur, seorang Ambon yang bernama Dr. Soumokil, memproklamasikan Republik Maluku Selatan di Ambon. Setelah melalui serangan-serangan yang hebat dari bulan Juli sampai November, negara baru ini dapat ditumpas oleh pasukan-pasukan Republik. Dihadapkan pada keruntuhan negara-negara federal lainnya, maka Sumatera Timur tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengikuti arus.

Akhirnya, pada saat peringatan hari ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang kelima pada tanggal 17 Agustus 1950, semua struktur konstitusional semasa tahun-tahun Revolusi secara resmi dihapuskan. Republik Indonesia Serikat, dengan Republik Indonesia sebagai unsur di dalamnya, serta negara-negara Sumatera Timur serta Indonesia Timur digantikan oleh Republik Indonesia yang baru, yang memiliki konstitusi kesatuan (namun bersifat sementara). Jakarta dipilih sebagai ibu kota negara baru ini.

Sumber : 
Ricklefs, M. (2005). Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAJAS

Majas adalah bahasa yang bergaya memiliki makna yang bersifat konotatif. Perpaduan kosakata muncul dan memakai perlambang-lambang dengan hasil pembagian. Contoh majas dan jenis majas yang produktif : 1. Majas Metafora : perbandingan kata tanpa pembanding Contoh kalimat : a). Telinga memerah mendengar sindiran Bu Maria. b). Dia dikenal sebagai bunga desa . c). Rumah itu habis dilalap si jago merah . 2. Majas Simile : perbandingan dengan kata pembanding. Contoh kalimat : a). Wajah keduanya bagai pinang di belah dua. b). Senyumannya se cerah mentari pagi. 3. Majas Personifikasi : memakaikan kelakuan manusia pada non manusia. Contoh kalimat : a). Nyiur melambai di tepi pantai. b). Jantungku melompat saat bertemu dia.  c). Rumah itu habis dilalap si jago merah. 4. Majas Hiperbola : berlebihan sampai menyalahi logika. Contoh kalimat : a). Jantungku copot karena teriakannya yang keras. b). Setelah berlari sepuluh kali lapangan olahraga, n

JENIS-JENIS PENDAPAT AKUNTAN

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 31 Maret 2011 (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu: 1.     Pendapat wajar tanpa pengecualian ( Unqualified opinion ) 2.     Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku ( Unqualified opinion with explanatory language ) 3.     Pendapat wajar dengan pengecualian ( Qualified opinion ) 4.     Pendapat tidak wajar ( Adverse opinion ) 5.     Pernyataan tidak memberikan pendapat ( Disclaimer opinion ) 1.1    Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seperti yang terdapat dalam standar professional akuntan publik, dan telah mengumpulkan bahan-bahan pembuktian ( audit evidence ) yang cukup untuk mendukung opininya, serta tidak menemukan adanya kesalahan material atas penyimpangan dari SAK/ETAP/IFRS, maka auditor dapat memberikan pend

Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia

A . STATUS WARGA NEGARA INDONESIA Rakyat sebuah negara dibedakan menjadi 2 yaitu :    1. Penduduk dan bukan penduduk   2. Warga negara dan bukan warga negara        Perbedaan antara penduduk dan warga negara         Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau menetap dalam suatu negara sedangkan warga negara adalah orang yang secara hukum merupakan anggota suatu negara. PASAL 26 UUD 1945 menjelaskan bahwa : 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. Maksudnya adalah warga  negara Indonesia tidak semua orang-orang pribumi melainkan warga bangsa lain yang sudah disahkan secara Undang-Undang. 2. Penduduk ialah WNI dan orang asing yang bertempat  tinggal di Indonesia.            3.Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan UU.             Maksudnya adalah ada ketentuan-ketentuan khusus untuk bertempat tinggal di Indonesia.